Posted by
Noer Rachman Hamidi on Monday, January 27, 2014
”Seni adalah keindahan". Ia merupakan ekspresi ruh dan budaya manusia yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari sisi terdalam manusia didorong oleh kecenderungan seniman kepada yang indah, apa pun jenis keindahan itu. Dorongan tersebut merupakan naluri manusia atau fitrah yang dianugrahkan Allah kepada hamba-hamba-Nya. Di sisi lain al-Qur’an memperkenalkan agama yang lurus sebagai agama yang sesuai dengan fitrah manusia.
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
(Q.S. al-Rûm [30]: 30)
Merupakan suatu hal yang mustahil, bila Allah menganugerahkan manusia potensi untuk menikmati dan mengekspresikan keindahan, kemudian Dia melarangnya. Bukankah Islam adalah agama fitrah? Segala yang bertentangan dengan fitrah ditolaknya, dan mendukung kesuciannya ditopangnya. Kemampuan berseni merupakan salah satu perbedaan manusia dengan makhluk lain. Jika demikian, Islam pasti mendukung kesenian selama penampilan lahir dan mendukung fitrah manusia yang suci itu, dan karena itu pula Islam bertemu dengan seni dalam jiwa manusia, sebagaimana seni ditemukan oleh jiwa manusia di dalam Islam.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.”
(Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).
Dari sini kita dapat memahami bahwa musik ada yang diharamkan, yaitu musik yang disertai dengan kemaksiatan atau kemunkaran, baik berupa perkataan (qaul), perbuatan (fi’il), atau sarana (asy-yâ’), misalnya disertai khamr, zina, penampakan aurat, ikhtilath (campur baur pria–wanita), atau syairnya yang bertentangan dengan syara’, misalnya mengajak pacaran, mendukung pergaulan bebas, mempropagandakan sekularisme, liberalisme, nasionalisme, dan sebagainya.
Adapun musik yang dihalalkan didasarkan yaitu musik yang kriterianya adalah bersih dari unsur kemaksiatan atau kemunkaran. Misalnya nyanyian yang syairnya memuji sifat-sifat Allah SWT, mendorong orang meneladani Rasul, mengajak taubat dari judi, mengajak menuntut ilmu, menceritakan keindahan alam semesta, dan semisalnya.
Karena semua harus diniatkan sebagai ibadah kepada Allah Ta'ala maka kita haruslah berusaha mengamalkannya dengan mencegahnya dari unsur kemaksiatan dan kemungkaran agar tidak melakukan hal yang sia-sia.
Akan tetapi banyak sekali para ulama salaf yang tidak setuju berdasarkan referensi hadist-hadist yang dibuat pada jaman telah lalu tanpa mau melihat perkembangan umat di jaman sekarang dimana teknologi audio visual sudah menjadi kebutuhan umat di dunia, seperti media, seni dlsb. dlsb. Bahkan menolak tanpa melihat "fitrah yang Allah SWT berikan kepada manusia" hanya berdasarkan hadist-hadist yang dijadikan rujukan mereka.
“Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna (lahwa al-hadits) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu ejekan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan.” (Q.S. Luqmân [31]: 6.
Disinilah terjadinya permasalahan yang sebenarnya, karena kita tidak mau merujuk kembali kepada rujukan yang benar AlQuran, maka umat ini menjadi tersesat (bingung). Alhasil manyebabkan umat lain mengejek umat ini sebagai umat yang selalu bermasalah (bukan umat yang memberikan solusi/Rahmatan lil Alamin). Bahkan yang lebih mengiris hati penghinaan ditujukan atas umat ini dengan tuduhan "teroris" bahkan disertai dengan azab Allah Ta'ala yang sudah mulai diturunkan, yaitu dengan mudahnya kaum kuffar membunuh kaum muslimin tanpa dasar dengan tuduhan teroris. La hawla wala quwwata illa billah, ayatMu ini telah Engkau tunjukkan kebenarannya. Apakah ini adalah adzab yang menghinakan..? Astaghfirullah...
Jadi disinilah seharusnya peran para ulama untuk membuat ijtihad berdasarkan kemajuan ilmu pengetahuan di saat ini sesuai dengan AlQuran dan fitrah manusia untuk menuju persatuan umat. Jangan sampai umat bingung dan malah ribut gak karuan. Lebih-lebih lagi banyak para ulama yang seharusnya menjadi contoh saling berbeda satu dengan lainnya, tidak mau bersepakat, merasa paling benar (sombong) dan berani mengkafirkan kepada sesama muslimin, nauzubillah...
Strategy utama yang amat sangat dibutuhkan untuk umat saat ini adalah bagaimana kita bisa berjuang dalam ‘ barisan yang teratur , seakan –akan seperti bangunan yang tersusun kokoh ‘ (QS 61 :4)
Jadi Akhlak menjadi penting disini setelah Tauhid. Persatuan umat ini merupakan salah satu Akhlakul Karimah, amal soleh yang harus dijalankan oleh kita semua sebagai umat yang seharusnya menjadi umat Rahmatan lil Alamin.
Setiap diri kita haruslah bisa menjadi bagian pagar – yang mencegah umat lain masuk dan mengobok-obok kepentingan umat. Inilah pentingnya umat ini untuk merapatkan barisan di setiap aspek kehidupannya – termasuk juga dalam bermuamalah.
Setiap diri kita adalah batu bata dari bangunan Islam, maka hendaklah kita berperan untuk menjadi batu bata terbaik di bidang kita masing-masing, sehingga secara bersama-sama kita menjadi bangunan yang tersusun kokoh dan indah.
Seharusnya umat inipun punya standar yang sangat tinggi yang disebut Ikhsan, bila kita memfokuskan karya kita untuk menjadi yang terbaik dalam bidangnya – jauh melebihi yang standar, maka tidak ada yang kita perlu dikhawatirkan akan balasannya – karena Allah sendirilah yang menjanjikan balasanNya “ Tidak ada balasan untuk sesuatu yang ikhsan kecuali yang ikhsan pula” (QS 55 :60)
Seperti apa orang-orang yang bisa melakukan implementasi dalam usaha keumatan ini dalam suatu barisan yang rapat dan dengan kualitas kerja yang ikhsan – jauh melebihi yang sekedar standar ?, itulah orang-orang yang Qawiyyun Amin Hafidzun ‘Alim (QAHA – QS 28:26 dan QS 12 :55) yaitu yang kuat (dalam bahasa sekarang professional dan competent di bidangnya), amanah, pandai memelihara/menjaga (baik kemampuan manajerialnya) dan tentu juga berilmu yang lebih dari cukup dibidangnya.
Sangat berharap sekali umat ini benar-benar merujuk kepada AlQuran sebagai rujukan yang adil dan benar karena memang "telah dijamin dan dijaga kebenarannya oleh Allah SWT", kemudian secara sungguh-sungguh dan bersama-sama kita meng-implementasikannya, maka insyaAllah waktunya tidak lama lagi umat ini bisa kembali berjaya di segala bidang. InsyaAllah. Amin YRA.
Wallahu A'lam.
Description:
Seni adalah keindahan
Rating:
4.5
Reviewer:
google.com
ItemReviewed:
Seni adalah keindahan
Selengkapnya → Seni adalah keindahan